Rabu, 11 November 2009

Indonesia Perlu Bangun 'Jalan Tol' Virtual

Jakarta - Kendala yang seringkali dihadapi dalam jaringan mobile broadband di Indonesia, khususnya di Jakarta, adalah kongesti atau kemacetan jaringan. Oleh sebab itu, pemerintah disarankan untuk membangun virtual electronic superhighway alias 'jalan tol' virtual.

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) merasa pemerintah Indonesia perlu untuk melakukan perubahan, terutama di sisi konektivitas untuk mengurai kemacetan jaringan broadband.

"Tapi sayangnya, pengembangan akses teknologi broadband acapkali terbentur masalah infrastruktur telekomunikasi," kata Ketua Umum Mastel, Setyanto P Santosa dalam ajang The 2nd International Indonesia Telecoms Summit 2009, di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Rabu (11/11/2009).

"Perlu keterlibatan pemerintah untuk menjadi pemimpin sekaligus pelopor untuk membangun virtual electronic superhighway. Nantinya, hal ini juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi negara," lanjut dia.

Kepadatan jaringan ditengarai terjadi karena masyarakat ibukota yang membawa kebiasaan internet yang biasanya di jaringan fixedline ke jaringan mobile. "Karena semua kini bisa dinikmati melalui ponsel atau laptop."

Setyanto menegaskan, pengembangan ICT di Indonesia perlu dibarengi dengan pengembangan infrastrukturnya, di mana regulator memiliki peran sangat penting untuk merealisasikan hal tersebut.

Menurut data Economist Intelligence Unit Survey, Indonesia E-Readiness Rankings 2008 masih berada di atas Iran dan Azerbaijan. Namun masih di bawah Vietnam, Kazakhstan, dan Algeria, dengan rata-rata skor 3,5--dari skor tertinggi 8,95.

Rendahnya ranking Indonesia disebabkan minimnya infrastruktur teknologi dan konektivitas (2,3), lingkungan hukum yang kurang memadai (3,2), adopsi bisnis dan konsumer masih rendah (3,2), pandangan dan kebijakan pemerintah (3,4), lingkungan sosial dan budaya (3,53), dan skor paling tinggi adalah lingkungan bisnis yang tidak sehat (6,49).

Penilaian ini, kata Setyanto, didasarkan pada kriteria penetrasi broadband, keterjangkauan broadband, penetrasi telepon selular, penetrasi Internet, penetrasi PC, penetrasi hotspot Wi-Fi, keamanan Internet, dan identitas elektronik.

"Meski begitu, saya yakin ketika infrastruktur ICT dan aksesnya dapat menjangkau mayoritas masyarakat Indonesia, ranking Indonesia dapat membumbung tinggi," kata dia.

"Ini adalah tantangan kita sebagai negara yang terbilang terlambat dalam mengadopsi broadband. Masih ada celah untuk membangun bangsa ini bersama-sama," lanjut pria yang juga menjabat sebagai komisaris Indosat.

( rou / ash )


Dikutip dari DetikInet.com

Internet Broadband akan Semakin Murah

Jakarta - Seiring dengan meningkat pesatnya jumlah pelanggan mobile broadband, baik di lingkup global maupun di Indonesia, tarif berlangganan internet kecepatan tinggi akan semakin murah.

Menurut asosiasi GSM dunia (GSMA) lambat laun, tarif internet mobile broadband bisa turun separuhnya lebih. Hal itu dipicu dengan semakin tingginya penetrasi jaringan internet bergerak yang hingga semester I-2009 lalu, secara global diselenggarakan oleh 236 operator di 104 negara.

"Tingginya penetrasi mobile broadband merangsang turunnya modul HSPA (high speed packet access) hingga 50%. Dari US$ 70 menjadi sekitar US$ 35 dalam waktu 18 bulan," kata Senior Director of Services GSMA, Jaikishan Rajaraman, dalam jumpa pers di Hotel Mulia, Senayan, Rabu (11/11/2009).

Dengan semakin turunnya harga perangkat jaringan dan semakin banyaknya jumlah pelanggan, GSMA memprediksi pada 2011 mendatang, tarif akan turun drastis. Hal ini bisa terlihat dari turunnya pendapatan operator dari tiap pelanggan atau ARPU (average revenue per user).

"ARPU rata-rata di industri juga akan menurun hingga 50% dari US$ 48 menjadi US$24. Dengan harga yang relatif lebih terjangkau, kemungkinan besar pada 2012, jumlah pelanggan mobile broadband dunia bisa terdongkrak menjadi satu miliar pengguna," ujar Rajaraman.

Prediksi penurunan tarif, lanjut dia, juga semakin diperkuat dengan tren turunnya biaya infrastruktur (network infrastructure cost) hingga 3-5% tiap tahunnya.

Khusus untuk Indonesia, GSMA memperkirakan pengguna layanan data internet bakal menembus angka 45 juta pelanggan pada 2013 mendatang, seiring dengan penurunan tarif dan kecepatan data yang lebih memadai melalui implementasi teknologi lanjutan dari generasi ketiga seluler 3G.

Teknologi itu melalui High Speed Packet Access Plus (HSPA+) dan Long Term Evolution (LTE) yang dikenal dengan julukan 4G. Kedua teknologi ini menawarkan kecepatan best effort 21 Mbps untuk 3G HSPA+ dan 100 Mbps untuk 4G LTE.

"Meskipun saat digunakan banyak orang secara bersamaan tak akan sampai segitu, namun tetap saja, kecepatannya lebih baik dari teknologi 3G sebelumnya," jelas dia.

Pengguna mobile broadband di Indonesia sendiri, saat ini diperkirakan GSMA hampir menyentuh dua juta pelanggan. Angka itu diperoleh dari operator seperti Telkomsel 1,3 juta, Indosat (IM2) 500 ribu, Excelcomindo Pratama (XL) 100 ribu, dan beberapa operator lainnya.

Rajaraman juga meyakinkan, dengan tumbuhnya penetrasi mobile broadband akan mampu merangsang pertumbuhan pendapatan bruto alias GDP (gross domestic product) di sebuah negara. "10% penetrasi broadband akan meningkatkan 1% pertumbuhan GDP."

"Secara direct dari industri ICT, investasi jaringan broadband akan memberi kontribusi untuk GDP. Selain itu, terdapat multiplier effects, artinya semakin tinggi investasi broadband akan merangsang tumbuhnya kontribusi dari penyedia konten, perangkat, dan lain-lain untuk GDP," pungkas dia.

( rou / ash )

Dikutip dari DetikInet.com

Kamis, 20 Agustus 2009

lupa...........????????????????????